Saturday, October 25, 2008

Pengeringan Buluh



Kandungan air pada buluh cenderung memiliki jumlah lebih besar dibandingkan dengan kayu. Bentuk dan ukuran rongga-rongga (vessels) buluh yang lebih besar dari kayu juga cenderung mempengaruhi kecepatan pengeringan. Demikian pula dengan proses pengeringan pada buluh, dilakukan hampir sama dengan langkah-langkah yang dilakukan pada kayu, namun waktu yang diperlukan adalah lebih singkat.

Kaedah pengeringan buluh sedikit berlainan dengan kayu. Kayu lebih efektif & efisien dikeringkan pada waktu masih berupa papan atau balak. Sedangkan pengeringan buluh sebaiknya dilakukan 2 kali. Ketika batang buluh masih utuh dengan panjang 3-5 meter pengeringan menggunakan ruang Kiln Dry untuk kayu dengan penyusunan melintang satu sama lain. Pengeringan pada langkah ini untuk menjaga buluh supaya tetap lurus.


Ketika batang buluh selesai dipotong menjadi ukuran panjang komponen(semi-raw material), dilanjutkan dengan pengeringan menggunakan metode vacuum. Batang-batang buluh dimasukkan ke dalam tabung Kiln dengan ukuran lebih kecil. Proses pengeringan kedua ini akan lebih bermanfaat mengurangi risiko kulat pada buluh dan untuk mengeluarkan kandungan air pada bahagian tengah batang buluh. Tidak semua kandungan air tersebut dapat dikeluar secara maksimal pada saat pengeringan dengan menggunakan Kiln Dry.


Bagi pengusaha perabot buluh yang kecil dan sederhana, sistem vacuum menjadi sebuah pelaburan yang besar dan belum tentu dapat dilaksanakan. Penyelesaian sementara adalah dengan menggunakan sistem Kiln Dry untuk batang buluh yang kecil dan bergantung pada pengeringan secara semula jadi (solar dry) untuk batang buluh yang masih utuh.



Pekerjaan yang paling sukar pada pengeringan buluh adalah usaha untuk membuat buluh kering dengan mengeluarkan kandungan air dan getahnya tanpa membuat buluh pecah atau retak.

Salah satu metode semula jadi yaitu dengan cara merendam buluh terlebih dahulu di dalam air selama 90 hari lalu letakkan di bawah sinar matahari. Kelemahan kaedah ini adalah waktu dan risiko apabila suhu terlalu panas akan membuat buluh retak.

Selain itu terdapat kaedah dengan memanaskan buluh di atas arang dengan suhu sekitar 120 °C hingga buluh berwarna hijau muda atau kuning kecoklatan. Setelah itu buluh diletakkan di ruang kering selama beberapa hari untuk pengeringan dengan kitaran udara.




Friday, October 24, 2008

Wood Drying: What is Dielectric Heating? (Serial 1)

Introduction



Dielectric heating (also known as electronic heating, RF heating, high-frequency heating) is the phenomenon in which radiowave or microwave electromagnetic radiation heats a dielectric material, especially as caused by dipole rotation (Wikipedia: Dielectric Drying).


Dielectric heating is the use of either microwave or radio frequency (RF) technologies to heat materials. Microwave and RF interact with individual molecules to quickly generate heat within a product. This is in contrast to conventional heating where heat is applied externally.


When a dielectric material is brought into a rapidly altering electrical field, heat is generated inside the material. This is known as heating by dielectric hysteresis or, in short, dielectric heating. Radio frequency and microwave heating are both applications of this principle. In technological terms, however, there is a clear distinction between the two techniques.


The essential advantage of dielectric heating resides in the generation of heat within the material to be heated. In comparison with more conventional heating techniques (hot air, infrared) in which the material is heated via the outer surface, dielectric heating is much more rapid. This is because electrically insulating materials are mostly also poor conductors of heat.


Advantages of Dielectric Heating

  • Shorter processing times for heating or drying
  • More uniform, volumetric heating
  • Less energy required
  • Greater controllability
  • Shorter production line lengths

References:

Roussy, G., Pearce, J. A. (1995). Foundations and Industrial Applications of Microwaves and Radio Frequency Fields. Physical and Chemical Processes, John Wiley & Sons, Chichester.


Riande, E., Diaz-Calleja, R. (2004). Electrical Properties of Polymers. Marcel Dekker, New York.


M. Willert-Porada (ed.). (2006). Advances in Microwave and Radio Frequency Processing, 8th International Conference on Microwave and High-Frequency Heating, Springer Verlag, Berlin.


Van Reusel, K., Belmans, R. (2006). Technology Bound and Context Bound Motives for the Industrial Use of Dielectric Heating, Proceedings of the 40th Annual International Microwave Symposium.


Von Starck, A., Mühlbauer, A., Kramer, C. (2005). Handbook of Thermoprocessing Technologies. Vulkan Verlag, Essen.