Thursday, December 4, 2008

Bahagian Keratan Rentas Pokok (Longitudinal Section)


Gambar: Keratan Rentas Kayu

Pernahkah anda mendengar bahwa dengan melihat garis yang melingkar pada bahagian diameter kayu bulat (log) kita dapat menggira umur pokok tersebut? Apabila anda mendengar jawaban 'Ya', itu adalah benar. Dari bahagian diameter kayu kita dapat meggira umur kayu tersebut. namun sebelum kita bahas hal tersebut, sebaiknya kita pelajari beberapa ringkasan bahagian diameter kayu.  
  1. Pith (teras kayu) : menjadi bahagian paling lembut pada kayu tetapi sangat kecil ukurannya jika dibandingkan dengan diameter kayu. bahagian ini harus selalu dihindari dan dibuang.
  2. Heartwood (kayu teras): bagian utama kayu yang dibutuhkan. Keras, berwarna gelap dan lebih berat. Proporsinya juga paling besar (m3). Detail penjelasan ada di sini. 


  3. Sapwood (kayu gubal): berada pada lapisan luar, berwarna lebih terang dan lebih mudah menyusut. 


  4. Cambium layer (lapisan kambium): lapisan yang berisi zat-zat makanan untuk perkembangan pokok. 
  5. Bast: penghantar makanan untuk diproses oleh daun melalui fotosintesis. 


  6. Bark (kulit pokok): melindungi batang pokok. 


  7. Annular ring (gelang tahunan): garis-garis yang melingkar pada pokok yang menunjukkan umur pohon. Lingkaran terbentuk setiap tahun berdasarkan musim di mana pokok itu tumbuh. 


  8. Spring growth: lapisan yang terbentuk pada waktu musim gugur. Biasanya lebih nipis kerana pada musim ini pertumbuhan pokok lebih lambat. 


  9. Autumn growth: lapisan yang terbentuk di waktu musim semi (sejuk). Memiliki ketebalan lebih karena pohon tumbuh lebih cepat ketika musim ini dengan adanya proses pengolahan makanan untuk pohon yang lebih banyak. 


  10. Medularry rays: garis yang melintang dari pusat kayu hingga bahagian luar sebagai media penyimpan makanan bagi pokok.


  

Pertukaran Dari Kayu Log Kepada Kayu Gergaji

Seringkali ketika kita berbicara tentang isipadu kayu, kita harus menyamakan dulu 'bahasa' yang digunakan. Apakah isipadu tersebut untuk kayu gergaji atau kayu log. Isipadu 100 m³ log bukan bererti 100 m³ kayu gergaji, namun boleh dimaksudkan 50, 60 atau 70 m³ kayu gergaji. Perbezaan tersebut pun ditentukan melaui kaedah pemotongan, diameter (longitudinal section) kayu log dan ukuran gergaji yang diinginkan.
Istilah yang sering digunakan ada bermacam-macam yaitu recovery, waste dan lain sebagainya. Pada dasarnya semua istilah dan perhitungan tersebut untuk 'menghitung berapa meter padu log yang diperlukan untuk menghasilkan setiap meter kubik kayu gergaji.



Isipadu Balak


Isipadu balak yang dihitung berdasarkan perkalian luas diameter terhadap panjang log ketika dibelah menjadi beberapa lembar papan (beam), jumlah isipadu log tersebut akan terpecah menjadi beberapa bahagian dari yang terbesar adalah papan, kemudian serpihan kayu dan habuk gergaji.



Rumus isipadu kayu log = 3.14 x (luas diameter) x (panjang log)


Contoh:


Diameter (Ø) sebuah log kayu adalah 40 cm (0.40 m) dengan panjang 2.5 meter.
Isipadu logs = 3.14 x (0.20 m x 0.20 m) x 2.5 m
Isipadu logs = 3.14 x 0.040 x 2.5 m = 0.314 m³.



Logs tersebut dibelah menjadi beberapa batang kayu sehingga menghasilkan 11 batang kayu yang efektif dapat digunakan sebagai bahan asas perabot (lihat gambar) dengan rincian sebagai berikut:



18 x 3.5 x 250 cm (7 batang) = 0.110 m³
20 x 4 x 250 cm (1 batang) = 0.02 m³
30 x 4 x 250 cm (1 batang) = 0.03 m³
12 x 4 x 250 cm (2 batang) = 0.024 m³
Jumlah Isipadu kayu gergaji = 0.184 m³

 
Dari hasil perhitungan di atas anda dapat melihat bahwa hanya 0.184 m³ yang menjadi kayu gergajian sehingga kalau kita konversikan menjadi:
Isipadu kayu gergaji : Isipadu kayu logs, yaitu:
0.184 : 0.314 = 0.585 = 58.5 %

Bererti dari 100% isipadu kayu log, hanya 58.5% yang menjadi kayu gergaji. Bakinya sebesar 41.5% telah menjadi serpihan kayu dan serbuk gergaji. Peratusan ini bukanlah nilai yang mutlak kerana akan dapat berubah lebih tinggi atau lebih rendah bergantung dari berbagai-bagai faktor misalnya jenis kayu, bentuk diameter kayu dan kaedah pemotongan.

Kecacatan Fizikal Yang Dialami Kayu

Memilih kayu sama pentingnya dengan proses produksi, baik itu kayu dalam bentuk log atau gergajian. Sebagai bahan alami, ada beberapa cacat fisik kayu yang tidak bisa kita hindari, tapi bisa dikurangi. Sulit dihindari karena cacat tersebut adalah sebagai bagian dari kayu, alami terbentuk dan terbuat pada waktu pertumbuhan pohon.

Pusar Kayu

Pada beberapa jenis kayu mata kayu justru dianggap sebagai tekstur penting yang menambah nilai ekonomis dan estetika kayu. Bagaimanapun, mata kayu pada sebagian jenis kayu bukanlah suatu hal yang baik terutama mata kayu mati. Terbentuk karena adanya pertumbuhan cabang pohon. Semakin besar cabang pohon akan semakin besar diameter mata kayu pada batang utama.
Mata kayu berpotensi kurang baik terhadap ketahanan kayu karena adanya mata kayu mematahkan alur serat pada batang sehingga kekuatan kayu menjadi berkurang. Selain itu mata kayu yang terlalu keras juga akan berpengaruh kurang baik terhadap hasil akhir finishing. permukaan bisa menjadi lebih mengkilap (glossy) atau bahkan terlalu tipis.
 
Kayu Gubal

Secara teknis kayu ini lebih renggang dan mudah menyusut. Kurang baik untuk konstruksi dan estetika karena warnanya cenderung lebih muda.
 
Lubang Serangga

Sebenarnya bukan lubang serangga yang harus dihindari karena cacat ini diakibatkan oleh kadar Moisture Content, kayu gubal dan lokasi penyimpanan. Namun kadang-kadang hal ini cukup sulit dihindari. Mengapa lubang serangga ini harus dibuang? Serangga pemakan kayu sama halnya penyakit yang menular, apabila kita tidak 'mengisolasi' kayu yang memiliki cacat ini maka produk yang telah difinishingpun memiliki resiko yang sama.


Retak/pecah

Cacat yang diakibatkan karena penyusutan kayu yang terlalu cepat. Sering terjadi pada ujung papan atau log.

Watermark

Cacat ini berupa garis-garis seperti aliran air pada permukaan kayu. berwarna gelap, biru tua dan sangat jelas terlihat pada kayu gubal. Garis-garis tersebut sulit dihilangkan dan sangat jelas terlihat pada permukaan perabot yang difinishing warna natural.

Ini disebabkan karena log atau kayu gergajian tersimpan pada permukaan tanah yang lembab dan tergenang air.

 
Bluestain

 
Mudah terlihat terutama pada kayu pinus dan kayu karet. Bluestain terlihat seperti bagian kayu yang berwarna kebiruan dan statusnya merupakan awal dari pembusukan kayu. Cacat ini merusak nilai ketahanan kayu dan estetika kayu jika difinishing warna natural.

Banyak beberapa cara dan langkah-langkah efektif untuk menghindari beberapa cacat tersebut di atas. Diantaranya dengan pengawetan kayu sebelum memasuki Kiln Dry. Kita akan bahas hal ini pada artikel berikutnya.




Wednesday, November 26, 2008

Pengelasan Hutan


Pengelasan hutan boleh dikategorikan mengikut perubahan ciri-ciri altitud, komposisi flora, habitat, iklim, tanah dan biotik. Pengelasan yang ditetapkan adalah seperti berikut:


Hutan Ericaceous - Gunung

Hutan ini terletak di ketinggian melebihi 1,500 meter a.p.l. yang mengandungi spesies pokok bersaiz kecil, bengkok dan rendah seperti Kelat, Periuk kera dan berbagai jenis belukar, buluh, resam, paku pakis dan lumut.

Hutan Montane - Oak

Hutan ini terletak di ketinggian 1,200 - 1,500 meter a.p.l. yang kebanyakan spesiesnya bersaiz sederhana seperti Mempening, Berangan, Damar minyak dan Podo.

Hutan Dipterokarp Atas

Hutan ini terletak di ketinggian 750 - 1,200 meter a.p.l. yang mengandungi terutamanya spesies Meranti bukit Dan Damar minyak.

Hutan Dipterokarp Bukit

Hutan ini terletak di ketinggian antara 300 - 750 meter a.p.l. yang merupakan kelas hutan yang terluas di Semenanjung Malaysia. Spesies utama ialah Seraya, Keruing dan Meranti.

Hutan Dipterokarp Pamah

Hutan ini terletak di ketinggian 300 meter a.p.l. yang mempunyai bilangan pokok yang padat dan berbagai jenis. Spesies utama ialah Meranti, Balau dan Kapur.

Hutan Paya Gambut

Hutan ini terletak di belakang hutan paya laut menghala ke darat dengan tanah gambut dan airnya yang kurang masin. Spesies yang terdapat di kawasan ini ialah Meranti.

Hutan Paya Laut

Hutan ini terletak di persisiran laut yang berlumpur bercampur pasir laut yang mengalami air pasang dan surut. Spesies utama ialah Bakau.

Sunday, November 16, 2008

Friday, November 14, 2008

Industri Perkayuan di Malaysia


Latar Belakang

Mengikut Akta Industri Berasan Kayu, kuasa untuk meluluskan kilang-kilang adalah di bawah bidang kuasa Negeri.

Industri berasas kayu ialah industri-industri yang menjalankan usaha memproses, mengawit atau menukar kayu kepada berbagai keluaran sepertimana ditentukan dalam Jadual (Seksyen 2) Enakmen Industri Berasas Kayu.

1.1 (i) Kilang papan
(ii) Kilang papan bergerak

1.2 (i) Kilang venir
(ii) Kilang papan lapis

1.3 (i) Loji tanur pengering
(ii) Loji pengawetan

1.4 (i) Kilang perabot
(ii) Kilang kayu kumai
(iii) Kilang kerja kayu
(iv) Kilang lantai parket
(v) Kilang kotak kayu. pak dan pallet
(vi) Loji komponen-komponen kayu siap dulu

1.5 (i) Kilang papan blok/ Kilang papan bilah/Kilang papan berlapis
(ii) Kilang papan serpih/ Kilang papan serpai
(iii) Kilang papan gentian
(iv) Kilang papan tatal kayu / Kilang papan simen kayu
(v) Kilang papan wafer / Kilang papan flake

1.6 Kilang pulpa dan kertas

1.7 (i) Loji cebis kayu
(ii) Loji tepung kayu

1.8 (i) Tanur arang
(ii) Loji tepung kayu

1.9 Kilang mancis

1.10 (i) Loji penyulingan
(ii) Loji hidrolisis
(iii) Kilang pulpa rayon

1.11 Kilang buluh

1.12 Kilang rotan

Terakhir dikemaskini ( Khamis, 23 Oktober 2008 )
dipetik dari Laman Rasmi Jabatan Perhutanan Semenanjung

Sunday, November 2, 2008

Anatomi Tectona grandis (Teak)


Gambar 1: Anatomi keratan rentas Jati


Gambar 2: Anatomi bahagian tangent Jati


Gambar 3: Anatomi bahagian jejari (radial) Jati

Saturday, October 25, 2008

Pengeringan Buluh



Kandungan air pada buluh cenderung memiliki jumlah lebih besar dibandingkan dengan kayu. Bentuk dan ukuran rongga-rongga (vessels) buluh yang lebih besar dari kayu juga cenderung mempengaruhi kecepatan pengeringan. Demikian pula dengan proses pengeringan pada buluh, dilakukan hampir sama dengan langkah-langkah yang dilakukan pada kayu, namun waktu yang diperlukan adalah lebih singkat.

Kaedah pengeringan buluh sedikit berlainan dengan kayu. Kayu lebih efektif & efisien dikeringkan pada waktu masih berupa papan atau balak. Sedangkan pengeringan buluh sebaiknya dilakukan 2 kali. Ketika batang buluh masih utuh dengan panjang 3-5 meter pengeringan menggunakan ruang Kiln Dry untuk kayu dengan penyusunan melintang satu sama lain. Pengeringan pada langkah ini untuk menjaga buluh supaya tetap lurus.


Ketika batang buluh selesai dipotong menjadi ukuran panjang komponen(semi-raw material), dilanjutkan dengan pengeringan menggunakan metode vacuum. Batang-batang buluh dimasukkan ke dalam tabung Kiln dengan ukuran lebih kecil. Proses pengeringan kedua ini akan lebih bermanfaat mengurangi risiko kulat pada buluh dan untuk mengeluarkan kandungan air pada bahagian tengah batang buluh. Tidak semua kandungan air tersebut dapat dikeluar secara maksimal pada saat pengeringan dengan menggunakan Kiln Dry.


Bagi pengusaha perabot buluh yang kecil dan sederhana, sistem vacuum menjadi sebuah pelaburan yang besar dan belum tentu dapat dilaksanakan. Penyelesaian sementara adalah dengan menggunakan sistem Kiln Dry untuk batang buluh yang kecil dan bergantung pada pengeringan secara semula jadi (solar dry) untuk batang buluh yang masih utuh.



Pekerjaan yang paling sukar pada pengeringan buluh adalah usaha untuk membuat buluh kering dengan mengeluarkan kandungan air dan getahnya tanpa membuat buluh pecah atau retak.

Salah satu metode semula jadi yaitu dengan cara merendam buluh terlebih dahulu di dalam air selama 90 hari lalu letakkan di bawah sinar matahari. Kelemahan kaedah ini adalah waktu dan risiko apabila suhu terlalu panas akan membuat buluh retak.

Selain itu terdapat kaedah dengan memanaskan buluh di atas arang dengan suhu sekitar 120 °C hingga buluh berwarna hijau muda atau kuning kecoklatan. Setelah itu buluh diletakkan di ruang kering selama beberapa hari untuk pengeringan dengan kitaran udara.




Friday, October 24, 2008

Wood Drying: What is Dielectric Heating? (Serial 1)

Introduction



Dielectric heating (also known as electronic heating, RF heating, high-frequency heating) is the phenomenon in which radiowave or microwave electromagnetic radiation heats a dielectric material, especially as caused by dipole rotation (Wikipedia: Dielectric Drying).


Dielectric heating is the use of either microwave or radio frequency (RF) technologies to heat materials. Microwave and RF interact with individual molecules to quickly generate heat within a product. This is in contrast to conventional heating where heat is applied externally.


When a dielectric material is brought into a rapidly altering electrical field, heat is generated inside the material. This is known as heating by dielectric hysteresis or, in short, dielectric heating. Radio frequency and microwave heating are both applications of this principle. In technological terms, however, there is a clear distinction between the two techniques.


The essential advantage of dielectric heating resides in the generation of heat within the material to be heated. In comparison with more conventional heating techniques (hot air, infrared) in which the material is heated via the outer surface, dielectric heating is much more rapid. This is because electrically insulating materials are mostly also poor conductors of heat.


Advantages of Dielectric Heating

  • Shorter processing times for heating or drying
  • More uniform, volumetric heating
  • Less energy required
  • Greater controllability
  • Shorter production line lengths

References:

Roussy, G., Pearce, J. A. (1995). Foundations and Industrial Applications of Microwaves and Radio Frequency Fields. Physical and Chemical Processes, John Wiley & Sons, Chichester.


Riande, E., Diaz-Calleja, R. (2004). Electrical Properties of Polymers. Marcel Dekker, New York.


M. Willert-Porada (ed.). (2006). Advances in Microwave and Radio Frequency Processing, 8th International Conference on Microwave and High-Frequency Heating, Springer Verlag, Berlin.


Van Reusel, K., Belmans, R. (2006). Technology Bound and Context Bound Motives for the Industrial Use of Dielectric Heating, Proceedings of the 40th Annual International Microwave Symposium.


Von Starck, A., Mühlbauer, A., Kramer, C. (2005). Handbook of Thermoprocessing Technologies. Vulkan Verlag, Essen.